Wisata Sumba
Pulau Sumba dapat dicapai melalui udara lewat dua bandaranya. Bandar udara Tambolaka di Sumba Barat Daya dan Bandar Udara Umbu Mehang Kunda di Sumba Timur.
Penerbangan dilayani setiap hari oleh Merpati, Batavia dan Transnusa.
Dari Jakarta pesawat akan transit di Denpasar, Bali sebelum melanjutkan
perjalanan ke pulau ini. Penerbangan oleh Merpati bertujuan akhir ke
Kupang, dengan jalur Denpasar-Tambolaka-Waingapu-Kupang dan sebaliknya.
Perjalanan udara dari Tambolaka ke Waingapu memakan waktu kurang dari 10
menit, saat yang tepat untuk mengamati Sumba dari udara.
Pulau ini juga bisa dicapai melalui laut dari pelabuhan Sape,
Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Transportasi
Jangan lupa membawa peta pulau maupun peta kota untuk memperkirakan
jarak dan lokasi. Peta dapat diunduh dari beberapa situs panduan
perjalanan.
Kondisi jalan utama yang menghubungkan kota-kota utama di Sumba sudah
relatif baik. Jalan-jalan yang lebih kecil masih banyak mengalami
kerusakan, berlubang dan berlumpur saat hujan. Ada beberapa jembatan
yang masih dalam perbaikan sehingga pengendara kendaraan bermotor harus
menyeberangi sungai.
Transportasi umum tersedia pada jalur-jalur utama. Angkutan antar
kota menggunakan mobil elf, biasanya sangat penuh sampai penumpang
bergelantungan di pintu dan atap mobil. Jalur menuju daerah yang lebih
terpencil dilayani oleh beberapa truk dengan jadwal tak menentu.
Dua kota besarnya, Waingapu dan Waikabubak dapat dicapai dengan
travel seharga Rp 50 ribu dengan waktu tempuh 5 jam. Travel akan
menjemput dan mengantar penumpang ke tempat tujuan.
Pengelola hotel biasanya bisa membantu mencari motor maupun mobil
yang disewakan. Tarif penyewaan motor lengkap dengan pemandu Rp 200
ribu. Adapun tarif sewa mobil mulai Rp 400 ribu.
Kuliner dan suvenir
Hampir tidak ada makanan khas yang dijual di Sumba. Ditambah lagi,
jarang sekali ada warung yang menjual makanan. Tempat makan hanya ada di
pusat kota. Meski sebagian besar penduduk beragama Kristen, makanan
halal dapat diperoleh dengan mudah. Jika ingin pergi jauh seharian ke
daerah terpencil, sangat disarankan untuk membawa bekal dari kota.
Oleh-oleh khas Sumba adalah ikat tenun. Beberapa kampung adat juga
merupakan penghasil ikat tenun terbaik. Sempatkan melihat proses tenun
dan pewarnaan dengan menggunakan bahan alami yang didapat dari alam.
Motif tenunan berbeda di masing-masing daerah. Sumba barat punya tenunan
bermotif lebih sederhana dari Sumba Timur.
Penginapan
Ada beberapa pilihan penginapan murah seharga Rp 100 ribu sampai Rp
500 ribu, terutama di ibukota kabupaten. Biasanya hotel juga menyediakan
transportasi dari dan menuju bandara. Ada pula pilihan untuk menginap
di resort berbintang seperti Nihiwatu di Sumba Barat.
Pilihan waktu terbaik
Wisatawan yang berkunjung pada musim hujan akan bertemu Sumba yang
hijau, basah dan bersyukur atas hujan. Padang sabana terbentang seperti
karpet hijau sejauh mata memandang.
Mengunjungi Sumba pada musim hujan artinya harus siap menembus jalan
yang berubah menjadi kolam berlumpur. Pada umumnya kondisi jalan utama
Sumba sudah cukup bagus. Namun untuk menuju pantai maupun kampung adat
di pedalaman, perjalanan harus melewati jalan tanah yang akan becek
ketika hujan turun.
Tak demikian keadaannya pada musim kemarau. Saat itu padang hijau
akan diganti warna cokelat karena rumput kekeringan. Sumba memang
masyhur dengan cuacanya yang panas dan kering. Taufik Ismail dalam
puisinya yang berjudul Beri Aku Sumba menceritakan Sumba sebagai “cuaca
tropika, kering tanpa hujan ratusan hari.”
Saat musim panas, transportasi menuju tempat terpencil lebih mudah.
Langit nampak biru dengan malam penuh bintang sehingga memungkinkan
petualangan di alam bebas seperti hiking atau berkemah.
Upacara adat
Selain memperhitungkan cuaca, waktu terbaik untuk melakukan
perjalanan di pulau ini adalah saat digelarnya upacara adat. Upacara
yang sayang untuk dilewatkan adalah Pasola, “perang” dua pasukan berkuda dengan cara melempar lembing dari atas kuda.
Upacara adat Pasola digelar empat kali setahun di empat tempat
berbeda, biasanya pada Februari dan Maret. Hanya pemuka adat yang bisa
menentukan kapan tanggal pasti Pasola digelar, karena upacara ini harus
dilakukan bertepatan dengan munculnya cacing Nyale dari laut.
Upacara dimulai sejak dini hari dengan kegiatan mencari nyale di
pantai. Sesudahnya barulah para rato bersiap di atas kuda, tanpa pelana.
Pasola merupakan kegiatan yang berisiko tinggi karena melibatkan .
Peserta Pasola tak takut darah yang tumpah. Luka dianggap biasa dan
kematian tak menyisakan dendam.
Adapun pada bulan Oktober atau November terdapat upacara penutupan Wula Podu
di Waikabubak, Sumba Barat. Wula podu adalah bulan larangan yang
berlaku di Kampung Tarung, Prai Klembung dan Waitabar. Pada bulan
larangan para penghuni kampung banyak dilarang melakukan berbagai
kegiatan – bahkan tak boleh menangisi keluarga yang meninggal. Pada
akhir Wula Podu penduduk mengadakan pesta adat yang sangat meriah dengan
korban binatang dan tari-tarian.
Upacara pemakaman juga menjadi atraksi menarik bagi para turis. Pemeluk kepercayaan Marapu
percaya bahwa orang mati membutuhkan bekal untuk pergi ke alamnya.
Jenazah akan dibungkus dengan berlapis-lapis kain tenun, diiringi dengan
penyembelihan korban hewan dalam jumlah banyak. Puluhan kerbau, puluhan
babi dan ratusan ayam dipercaya bisa menjadi bekal almarhum menjadi roh
penghuni Marapu.
Semua upacara ini tidak diadakan secara teratur menurut kalender
masehi. Untuk mengetahui kapan upacara-upacara ini diadakan, sebaiknya
hubungi biro perjalanan maupun hotel sebelum merencanakan perjalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar