Kelanjutan dari postingan sebelumnya bahwa asal usul dari Pasola ini
berasal dari skandal janda yang cantik yang terjerat dalam asmara dan
saling berjanji dengan Rda Gaiparona menjadi kekasih, Namun adat tidak
menghendaki perkawinan mereka. Karena itu sepasang anak manusia yang tak
mampu memendam rindu asmara ini nekat melakukan kawin lari. Janda
cantik jelita Rabu Kaba diboyong sang gatot kaca Teda Gaiparona ke
kampung halamannya. Sementara ketiga pemimpin warga Waiwuang kembali ke
kampung. Warga Waiwuang menyambutnya dengan penuh sukacita.
Tetapi mendung duka tak dapat dibendung tatkala Umbu Dulla menanyakan
perihal istrinya. ‘Yang mulia Sri Ratu telah dilarikan Teda Gaiparona ke
Kampung Kodi,’ jawab warga Waiwulang pilu. Lalu seluruh warga Waiwulang
dikerahkan untuk mencari dua sejoli yang mabuk kepayang itu. Keduanya
ditemukan di kaki gunung Bodu Hula.
Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang di kaki gunung Bodu Hula
namun Rabu Kaba yang telah meneguk madu asmara Teda Gaiparona dan tidak
ingin kembali. Ia meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk
mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla. Teda Gaiparona
lalu menyanggupinya dan membayar belis pengganti. Setelah seluruh belis
dilunasi diadakanlah upacara perkawinan pasangan Rabu Kaba dengan Teda
Gaiparona.
Pada akhir pesta pernikahan keluarga, Teda Gaiparona berpesan kepada
warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk
melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik Rabu Kaba.
Atas dasar hikayat ini, setiap tahun warga kampung Waiwuang, Kodi dan
Wanokaka Sumba Barat mengadakan bulan (wula) nyale dan pesta pasola.
Akar pasola yang tertanam jauh dalam budaya masyarakat Sumba Barat
menjadikan pasola tidak sekadar keramaian insani dan menjadi terminal
pengasong keseharian penduduk. Tetapi menjadi satu bentuk pengabdian dan
aklamasi ketaatan kepada sang leluhur. Pasola adalah perintah para
leluhur untuk dijadikan penduduk pemeluk Marapu. Karena itu pasola pada
tempat yang pertama adalah kultus religius yang mengungkapkan inti
religiositas agama Marapu.
Dari komentar sahabat apakah upacara adat pasola ini akan menjadikan
sebuah tawuran massal, tentu tidak bahkan setelah upacara ini tidak ada
rasa dendam sama sekali, jikalau ada yang terluka para pemuda menyadari
itu merupakan balasan dari kesalahan oleh tuhannya.
Sedangkan sebulan sebelum hari H pelaksanaan pasola sudah dimaklumkan
bulan pentahiran bagi setiap warga Paraingu dan pada saat pelaksanaan
pasola, darah yang tercucur sangat berkhasiat untuk kesuburan tanah dan
kesuksesan panenan. Bila terjadi kematian yang disebabkan oleh permainan
pasola, dipandang sebagai bukti pelanggaran atas norma adat yang
berlaku, termasuk bulan pentahiran menjelang pasola.
Pada tempat kedua, pasola merupakan satu bentuk penyelesaian krisis suku
melalui `bellum pacificum’ perang damai dalam permainan pasola.
Peristiwa minggatnya janda Rabu Kaba dari Keluarga Waiwuang ke keluarga
Kodi dan beralih status dari istri Umbu Dulla menjadi istri Teda
Gaiparona bukanlah peristiwa nikmat. Tetapi peristiwa yang sangat
menyakitkan dan tamparan telak di muka keluarga Waiwuang dan terutama
Umbu Dulla yang punya istri. Keluarga Waiwuang sudah pasti berang besar
dan siap melumat habis keluarga Kodi terutama Teda Gaiparona.
Keluarga Kodi sudah menyadari bencana itu. Lalu mencari jalan
penyelesaian dengan menjadikan seremoni nyale yang langsung berpautan
dengan inti penyembahan kepada arwah leluhur untuk memohon doa restu
bagi kesuburan dan sukses panen, sebagai keramaian bersama untuk
melupakan kesedihan karena ditinggalkan Rabu Kaba. Pada tempat ketiga,
pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang
turut dalam pasola dan bagi masyarakat umum. Permainan jenis apa pun
termasuk pasola selalu menjadi sarana sosial ampuh. Apalagi bagi kedua
kabisu yang terlibat secara langsung dalam pasola.
Selama pasola berlangsung semua peserta, kelompok pendukung dan penonton
diajak untuk tertawa bersama, bergembira bersama dan bersorak-sorai
bersama sambil menyaksikan ketangkasan para pemain dan ringkik pekikan
gadis-gadis pendukung kubu masing-masing. Karena itu pasola menjadi
terminal pengasong keseharian penduduk dan tempat menjalin persahabatan
dan persaudaraan. Sebagai sebuah pentas budaya sudah pasti pasola
mempunyai pesona daya tarik yang sangat memukau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar