Upacara adat Pasola ini adalah bagian dari serangkaian upacara
tradisionil yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama
asli yang disebut Marapu. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret
serangkaian upacara adat ini dilakukan dalam rangka memohon restu para
dewa agar supaya panen tahun tersebut berhasil dengan baik.
Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan beberapa hari
sebelumnya adalah apa yang disebut pasola. Pasola adalah
‘perang-perangan’ yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap
kelompok teridiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang
dibuat dari kayu berdiameter kira-kira1,5 cm yang ujungnya dibiarkan
tumpul.
Walaupun tombak tersebut tumpul, pasola kadang-kadang memakan korban
bahkan korban jiwa. Tapi tidak ada dendam dalam pasola, kalau masih
penasaran silakan tunggu sampai pasola tahun depannya. Kalau ada korban
dalam pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat
hukuman dari para dewa karena telah telah melakukan suatu pelanggaran
atau kesalahan.
Pasola berasal dari kata `sola’ atau `hola’, yang berarti sejenis
lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang
sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah
mendapat imbuhan `pa’ (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan.
Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar
lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara
dua kelompok yang berlawanan.
Pasola diselenggarakan di Sumba Barat setahun sekali pada bulan Februari
di Kodi dan Lamboya. Sedangkan bulan Maret di Wanokaka. Pasola
dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga
Kabisu dan Paraingu dari kedua kelompok yang bertanding dan oleh
masyarakat umum.
Sedangkan peserta permainan adalah pria pilih tanding dari kedua Kabius
yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus yakni memacu kuda dan
melempar lembing (hola). Pasola biasanya menjadi klimaks dari seluruh
rangkaian kegiatan dalam rangka pesta nyale.
Menelusuri asal-usulnya, pasola berasal dari skandal janda cantik
jelita, Rabu Kaba sebagaimana dikisahkan dalam hikayat orang Waiwuang.
Alkisah ada tiga bersaudara: Ngongo Tau Masusu, Yagi Waikareri dan Umbu
Dula memberitahu warga Waiwuang bahwa mereka hendak melaut. Tapi
nyatanya mereka pergi ke selatan pantai Sumba Timur untuk mengambil
padi. Setelah dinanti sekian lama dan dicari kian ke mari tidak
membuahkan hasil, warga Waiwuang merasa yakin bahwa tiga bersaudara
pemimpin mereka itu telah tiada. Mereka pun mengadakan perkabungan
dengan belasungkawa atas kepergian kematian para pemimpin mereka.
Dalam kedukaan maha dahsyat itu, janda cantik jelita `almarhum’ Umbu
Dulla, Rabu Kaba mendapat lapangan hati Rda Gaiparona, si gatotkaca asal
Kampung Kodi. Mereka terjerat dalam asmara dan saling berjanji menjadi
kekasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar